Berawal dari sebuah pertemuan di Batam, Agus dan Priska menjalin hubungan. Semakin hari cinta di antara mereka semakin mendalam. Sampai akhirnya mereka merencanakan sebuah pernikahan. Memiliki keluarga yang bahagia adalah impian mereka. Persiapan pernikahan di antara mereka pun sudah semakin matang. Undangan sudah dicetak, souvenir sudah dipesan, bahkan ranjang pengantin pun sudah dipersiapkan.
Namun impian hanya akan menjadi sebuah impian. Pagi itu, Agus harus mengantarkan gambar yang dibuatnya ke kantor yang berada di kawasan Jakarta Pusat. Tanpa disadarinya, maut sedang mengintainya. Agus mengalami kecelakaan fatal. Kepalanya terbentur aspal yang keras. Orang-orang yang berada di sekitar tempat kejadian segera menolongnya dan membawanya ke rumah sakit.
Seperti disambar petir, keluarga Agus menerima kabar yang sangat mengejutkan. Agus kecelakaan dan keadaannya sangat parah. Saat itu Linda Ishak, ibu Agus, dan Priska, calon istrinya, tengah berbelanja untuk mempersiapkan pernikahan Agus dan Priska di Tanah Abang. Saat mendengar kabar itu, Linda dan Priska langsung diserang kepanikan.
Parahnya kondisi Agus saat itu membuat keluarganya sudah berpikir untuk merelakan kepergian Agus kalau memang waktu baginya sudah tiba. Dalam perjuangan melawan maut, keluarga Agus harus memperjuangkan keselamatan Agus karena sampai 5 jam berlalu, belum ada tindakan apapun yang diambil dokter yang berwenang untuk menyelamatkan nyawanya. Keadaan ini membuat keluarga Agus memaksa pihak rumah sakit untuk memindahkan Agus ke rumah sakit yang diharapkan penanganannya lebih baik.
Sampai pelayanan ambulance datang pun, petugas medis mengatakan kondisi Agus tidak layak jalan untuk dibawa ke rumah sakit lain. Dengan menanggung kondisi yang ada, keluarganya pun menandatangani surat yang bersedia menanggung resiko apapun yang akan terjadi selama perjalanan Agus sampai ke rumah sakit tujuan.
Pada akhirnya Agus dipindahkan ke rumah sakit Siloam. Agus mengalami pendarahan otak yang sangat hebat jadi harus segera dioperasi. Keputusan harus segera diambil karena nyawa Agus benar-benar berada d ujung tanduk. Dengan pilihan yang ada, keluarga Agus segera berunding dan akhirnya memutuskan untuk menyetujui operasi dijalankan malam itu juga.
"Pak Agus itu mengalami pembengkakan otak yang parah dan ada bercak-bercak pendarahan di dalam otaknya. Kita putuskan untuk segera melakukan operasi. Presentasi untuk terjadinya kemungkinan hidup bagi saudara Agus itu secara kedokteran mungkin hanya 35%," ujar dr. Yesaya Yunus, Sp.d., dokter yang menangani Agus.
Beban keluarga Agus seakan tak ada habisnya. Mereka harus menghadapi banyak hal yang membuat mereka semakin terpuruk ke dalam keputusasaan. Ada kenalan mereka yang mengatakan mendapat penglihatan dan melihat roh Agus sudah terpisah dari tubuhnya. Saudara Linda juga ada yang mengatakan kalau Agus datang kepada mereka dan menitip pesan untuk menjaga Linda dan banyak hal lain yang membuat keluarga Agus hampir kehilangan pengharapan akan kesembuhannya. Informasi yang didapatkan Linda dari suster rumah sakit pun tidak membuatnya tenang. Suster itu mengatakan kalau pun Agus nanti dapat pulang kembali ke rumah, kondisi paling bagus yang akan mereka hadapi adalah Agus yang memakai kursi roda. Bisa juga Agus lumpuh total.
Bagi Priska, kondisi ini bukanlah hal yang mudah untuk dihadapi. Banyak rekan-rekan Priska yang menyarankannya untuk meninggalkan Agus, tidak ada harapan lagi. Biasanya dengan kondisi seperti Agus, tidak akan ada yang bisa bertahan hidup. Kalaupun ia hidup, Agus pasti akan menjadi orang idiot yang tidak bisa apa-apa.
Dalam keterpurukan dan ketidakpastian, Agus harus menjalani operasi yang kedua kalinya untuk pemasangan tempurung kepalanya. Namun untuk kesekian kalinya, keluarga Agus harus menghadapai kenyataan yang begitu mengejutkan. Biaya yang dibutuhkan untuk operasi dan pengobatan Agus sangat besar. Apa yang dihadapi keluarga Agus sepertinya adalah sebuah kemustahilan. Tidak ada harapan. Mungkinkah Agus akan cacat atau bahkan meninggal?
Dalam keadaan yang begitu tertekan, hanya Yesuslah yang menjadi sandaran satu-satunya bagi keluarga Agus. Linda setiap hari berdoa, tiada henti air matanya mengalir memohon kesembuhan Agus. Kapel rumah sakit senantiasa dipenuhi oleh suara ratapan Linda memohon kesembuhan Agus. Keluarga Agus senantiasa berharap dan mempercayai kuasa dari doa.
Doa yang tiada hentinya pada akhirnya dapat membawa Agus melewati masa-masa kritis. Bahkan operasi demi operasi berjalan lancar hingga proses kesembuhan pun mulai terlihat.
"Campur tangan Tuhan di sini sangat besar karena dari hasil scanning yang begitu parah, ada pendarahan di kanan dan kirinya dan otak yang begitu bengkak, secara medis kemungkinan terjadi kelumpuhan atau ketidakmampuan berkomunikasi, sama sekali tidak tampak pada diri pak Agus ini. Jadi menunjukkan suatu pemulihan yang luar biasa," ujar dr. Yesaya memperjelas besarnya kuasa Tuhan dalam kasus Agus.
Pernikahan yang sempat tertunda, 3 bulan kemudian terlaksana dengan baik. Kebahagiaan yang begitu dalam terpancar dari wajah Agus dan Priska. Membentuk keluarga bahagia akhirnya menjadi sebuah kenyataan bagi Agus dan Priska.
Saat ini Agus hidup berbahagia bersama istri dan keluarganya. Sebuah impian indah yang pada akhirnya menjadi sebuah kenyataan.
"Buat saya, Yesus itu berartinya luar biasa. Sangat sangat berarti buat hidup saya. Sebagai seorang Bapa, IA selalu menghibur saya," ujar Agus dalam kesaksiannya.
"Saat itu tidak ada kata lain yang keluar dari mulut saya. Saya hanya bisa berkata, Tuhan, Engkau terlalu baik. Setiap saat saya katakan Tuhan itu terlalu baik," tambah Linda dengan penuh haru.
Pengharapan adalah sebuah kunci untuk suatu terobosan. Orang yang berharap tidak akan pernah dikecewakan.
Sumber Kesaksian :Agus Ezra Sutanto Sumber : V130716183752